Tiga Kunci Kebahagiaan Sayyidina Ali
NASIHAT SAYYIDINA ALI TIGA KUNCI KEBAHAGIAAN
(Syarah Nahj Al-Balaghah Sayyidina Ali)
By: Farham Rahmat
Santri Milenial
Edisi Nasihat Sayyidina Ali, guru kita Ustadz Akbar melanjutkan dan mengutip bahwa Sayyidina Ali pernah ditanya dengan beberapa pertanyaan setelah sesaat diangkat menjadi khalifah,
Kaifa najiduka ya amir al-mu’minin ?
Fa qola alaihi as-salam: “kaifa yakunu haal man yafna bibiqooihi” wa yasqomu bi sihhatihi wa yu’tha min ma’manihi.
Bagaimana (kami mendapatkanmu) keadaanmu wahai Amirul Mukminin…?
Sayyidia Ali menjawab: “Bagaimana jadinya kondisi orang yang fana’ didalam kekekalannya. Bagaimana jadinya dia sakit dalam kesehatannya, bagaimana maut mengincar sementara dalam posisi aman”.
Kebahagian di dunia ini ada tiga yang menggerakkan, namun terkadang kita lalai dari ketiga hal tersebut. Pertama adalah kekekalan, KAIFA YAKUNU HAAL MAN YAFNA BIBIQOOIHI (Bagaimana jadinya kondisi orang yang fana’ didalam kekekalannya). Manusia merasa diri tidak akan mati sehingga menceburkan diri dalam kehidupan duniawi dan memprioritaskan semua hal hal yang berbau materi dan melupakan akhirat. Perasaan dan jiwa selalu berbisik kalau dirinya tidak akan mati, meskipun akal mangatakan pasti mati, dan inilah yang menggerakan hasrat duniawi. Kita lihat manusia manusia metropolitan yang sibuknya luar biasa, sehingga waktu waktu mengingat akhirat hampir tidak ada. Semua terfokus pada tahta, harta, jabatan, wanita dan pencitrannya. Semua gerak dorongan ini lahir dari kecenderungan manusia untuk kekal.
Hakikatnya manusia mempunyai kecenderungan untuk kekal yang berasal dari fitrah. Fitrah memang kekal adanya sebab berasal dari dzat yang maha kekal. Firah manusia menginginkan keabadian, jika pada manusia terdapat sifat materi, dan materi itu pasti binasa, namun apakah fitrah tidak bisa abadi ? apakah kematian adalah kebinasaan yang abadi ? jika memang iya, maka sia sia lah karakter abadi fitrah karena tidak mendapati ruang realisasi di dunia, dan pasti sudah menyalahi tujuan penciptaannya yang La Tabdila Fi Sunnatillah hukum murni dari Allah yang tidak bisa diutak-atik oleh siapapun.
Argumentasi tersebut adalah bukti bahwa keberadaan alam akhirat benar adanya, sebab hakikat eksistensi ma’ad salah satunya adalah sebagai wadah untuk realisasi keabadian fitrah. Kekal dan abadi bukan dunia tempatnya kawan… tapi di akhirat. Namun manusia duniawiyah selalu bergerak karena motivasi kekal di dunia, sementara saya ulang sekali lagi bahwa kekekalan dan keabadian tempatnya hanya di akhirat. Kenyataan inilah sehingga Amirul mukminin Sayyidina Ali menegaskan: bagaimana aku bisa fana’ di dunia ini, sementara aku dalam kekekalannya ? maksudnya sederhana, tidak ada kebahagiaan yang aku temukan di dunia ini. Dalam kekekalan ini, justru aku menemui kefanaan. Kita mengiranya memberikan kekekalan justru sebenar-benarnya fana kebinasaan disana, dan pasti memunculkan kesia-siaan. Sayyidina Ali berkata, inilah yang membuat saya tidak bahagia.
Seringkali kita bahagia dengan gaji yang besar, rumah yang cantik, mobil yang mewah, jabatan yang tinggi, harta yang banyak, atau bahagianya tidak terkira karena sebentar lagi akan menikah, padahal semua ini akan hilang dan musnah. Jika sesuatu yang potensi musnah, niscaya tidak mendatangkan kebahagiaan sejati. Jadi jawaban kebahagiaan dan keabadaian ada di akhirat sebagai wadah untuk realisasi kekekalan. Itulah mengapa bantahan untuk ilmu mantiq yang mendefinisikan manusia adalah hewan yang berfikir, karena musyitaraq antara hewan pada manusia dan hewan pada binatang tidaklah sama, hayawan binatang musnah sementara hayawan manusia abadi. Binatang mati tidak tahu kemana ruhnya, manusia mati akan menyelami beberapa tahap pengadilan di akhirat.
Instrument kebahagian yang kedua adalah kesehatan dengan pesan WA YASQOMU BI SIHHATIHI (bagaimana jadinya dia sakit dalam kesehatannya). Yang juga membuat manusia bahagia adalah kesehatan. Seringkali teman kita bertanya kabar pasti berkenaan dengan kesehatan, Sayyidina Ali memperingatkan Bagaimana bisa aku bahagia kalau dalam kesehatan ada sakit, adanya sakit itu karena ada sehat, adanya sehat itu karena ada sakit dalam ilmu mantiq disebut sebagai Malakah Wa Al-Adamihah sebuah perbedaan dua lafazh dan makna yang didasarkan pada potensi, jika keadaan sehat maka potensi untuk sakit, jika keadaan sakit, maka potensi untuk sehat. Tidak ada manusia yang mengalami sehat terus menerus, juga tidak ada manusia yang mengalami sakit terus menerus.
Lantas kita bahagia, sementara kita tahu bahagia karena sehat akan hilang karena sakit nantinya. Lalu dengan alasan apa saya berbahagia dengan kesehatan ? sementara sakit selalu mengintai ?. Sebab itulah seharusnya kesehatan itu tidak melalaikan manusia, justru itu kan memberi daya dorong yang kuat untuk orientasi akhirat. Coba perhatikan manusia manusia modern, hari ini fenomena justru kebalikannya, disaat sehat malah melupakan akhirat, namun disaat sakit spontan connect dengan akhirat. Akhirat Nampak jelas di depan mata sebab sudah tidak ada kekuatan dan kesehatan mengejar dunia, disaat kondisi sehat bugar semua gerak dan tindak tanduknya malah ditujukan untuk duniawi semata.
Yang ketiga adalah ketenangan. Sayyidina Ali menyebutkan isntrumen kebahagian juga adalah rasa aman dan tempat paling aman. WA YU’THA MIN MA’MANIHI (bagaimana maut mengincar sementara dalam zona aman). Semua manusia mencari tampat aman dan kondisi yang nyaman. Rumah adalah tempat keluarga berteduh mencari ketenangan, dengan rumah kehidupan menjadi lebih layak, aman dan nyaman. Sungguh menyakitkan seseorang yang sudah menikah namun bertempat tinggal di kolom jembatan. Semua manusia menginginkan tempat yang aman dan nyaman, dan menjauhi tempat yang berbahaya. Fasilitas tempat yang mewah dengan segala peralatan apartement, hotel, kantor, istana Negara hanya untuk keamanan dan kenyamanan manusia.
Sayyidina Ali kembali memperingatkan bahwa tempat apapun itu, nyaman atau aman, tetap akan diincar oleh kematian, jadi apa yang bisa membuat manusia aman pada dunia ini ? sementara kematian selalu mengincar ? ancaman perampok dan penjahat sudah dimana mana. Mari kita melihat pendahulu nenek kakek kita, keamanan yang kurang terjamin, polisi, security jarang beroperasi dan masih sedikit, namun mereka malah panjang umur, Sekarang keamanan yang ketat tapi malah banyak yang pendek umurnya. Justru perkembangan teknologi menjadi factor utama mengundang maut lebih cepat. kemajuan ilmu dan teknologi malah membuat umur manusia pendek. Tiga nasehat sayyidna Ali dalam mencapai kebahagiaan hakiki terkadung dalam jawaban tentang Kekekalan manusia, kesehatan dan keamanan.
(Syarah Nahj Al-Balaghah Sayyidina Ali)
By: Farham Rahmat
Santri Milenial
Edisi Nasihat Sayyidina Ali, guru kita Ustadz Akbar melanjutkan dan mengutip bahwa Sayyidina Ali pernah ditanya dengan beberapa pertanyaan setelah sesaat diangkat menjadi khalifah,
Kaifa najiduka ya amir al-mu’minin ?
Fa qola alaihi as-salam: “kaifa yakunu haal man yafna bibiqooihi” wa yasqomu bi sihhatihi wa yu’tha min ma’manihi.
Bagaimana (kami mendapatkanmu) keadaanmu wahai Amirul Mukminin…?
Sayyidia Ali menjawab: “Bagaimana jadinya kondisi orang yang fana’ didalam kekekalannya. Bagaimana jadinya dia sakit dalam kesehatannya, bagaimana maut mengincar sementara dalam posisi aman”.
Kebahagian di dunia ini ada tiga yang menggerakkan, namun terkadang kita lalai dari ketiga hal tersebut. Pertama adalah kekekalan, KAIFA YAKUNU HAAL MAN YAFNA BIBIQOOIHI (Bagaimana jadinya kondisi orang yang fana’ didalam kekekalannya). Manusia merasa diri tidak akan mati sehingga menceburkan diri dalam kehidupan duniawi dan memprioritaskan semua hal hal yang berbau materi dan melupakan akhirat. Perasaan dan jiwa selalu berbisik kalau dirinya tidak akan mati, meskipun akal mangatakan pasti mati, dan inilah yang menggerakan hasrat duniawi. Kita lihat manusia manusia metropolitan yang sibuknya luar biasa, sehingga waktu waktu mengingat akhirat hampir tidak ada. Semua terfokus pada tahta, harta, jabatan, wanita dan pencitrannya. Semua gerak dorongan ini lahir dari kecenderungan manusia untuk kekal.
Hakikatnya manusia mempunyai kecenderungan untuk kekal yang berasal dari fitrah. Fitrah memang kekal adanya sebab berasal dari dzat yang maha kekal. Firah manusia menginginkan keabadian, jika pada manusia terdapat sifat materi, dan materi itu pasti binasa, namun apakah fitrah tidak bisa abadi ? apakah kematian adalah kebinasaan yang abadi ? jika memang iya, maka sia sia lah karakter abadi fitrah karena tidak mendapati ruang realisasi di dunia, dan pasti sudah menyalahi tujuan penciptaannya yang La Tabdila Fi Sunnatillah hukum murni dari Allah yang tidak bisa diutak-atik oleh siapapun.
Argumentasi tersebut adalah bukti bahwa keberadaan alam akhirat benar adanya, sebab hakikat eksistensi ma’ad salah satunya adalah sebagai wadah untuk realisasi keabadian fitrah. Kekal dan abadi bukan dunia tempatnya kawan… tapi di akhirat. Namun manusia duniawiyah selalu bergerak karena motivasi kekal di dunia, sementara saya ulang sekali lagi bahwa kekekalan dan keabadian tempatnya hanya di akhirat. Kenyataan inilah sehingga Amirul mukminin Sayyidina Ali menegaskan: bagaimana aku bisa fana’ di dunia ini, sementara aku dalam kekekalannya ? maksudnya sederhana, tidak ada kebahagiaan yang aku temukan di dunia ini. Dalam kekekalan ini, justru aku menemui kefanaan. Kita mengiranya memberikan kekekalan justru sebenar-benarnya fana kebinasaan disana, dan pasti memunculkan kesia-siaan. Sayyidina Ali berkata, inilah yang membuat saya tidak bahagia.
Seringkali kita bahagia dengan gaji yang besar, rumah yang cantik, mobil yang mewah, jabatan yang tinggi, harta yang banyak, atau bahagianya tidak terkira karena sebentar lagi akan menikah, padahal semua ini akan hilang dan musnah. Jika sesuatu yang potensi musnah, niscaya tidak mendatangkan kebahagiaan sejati. Jadi jawaban kebahagiaan dan keabadaian ada di akhirat sebagai wadah untuk realisasi kekekalan. Itulah mengapa bantahan untuk ilmu mantiq yang mendefinisikan manusia adalah hewan yang berfikir, karena musyitaraq antara hewan pada manusia dan hewan pada binatang tidaklah sama, hayawan binatang musnah sementara hayawan manusia abadi. Binatang mati tidak tahu kemana ruhnya, manusia mati akan menyelami beberapa tahap pengadilan di akhirat.
Instrument kebahagian yang kedua adalah kesehatan dengan pesan WA YASQOMU BI SIHHATIHI (bagaimana jadinya dia sakit dalam kesehatannya). Yang juga membuat manusia bahagia adalah kesehatan. Seringkali teman kita bertanya kabar pasti berkenaan dengan kesehatan, Sayyidina Ali memperingatkan Bagaimana bisa aku bahagia kalau dalam kesehatan ada sakit, adanya sakit itu karena ada sehat, adanya sehat itu karena ada sakit dalam ilmu mantiq disebut sebagai Malakah Wa Al-Adamihah sebuah perbedaan dua lafazh dan makna yang didasarkan pada potensi, jika keadaan sehat maka potensi untuk sakit, jika keadaan sakit, maka potensi untuk sehat. Tidak ada manusia yang mengalami sehat terus menerus, juga tidak ada manusia yang mengalami sakit terus menerus.
Lantas kita bahagia, sementara kita tahu bahagia karena sehat akan hilang karena sakit nantinya. Lalu dengan alasan apa saya berbahagia dengan kesehatan ? sementara sakit selalu mengintai ?. Sebab itulah seharusnya kesehatan itu tidak melalaikan manusia, justru itu kan memberi daya dorong yang kuat untuk orientasi akhirat. Coba perhatikan manusia manusia modern, hari ini fenomena justru kebalikannya, disaat sehat malah melupakan akhirat, namun disaat sakit spontan connect dengan akhirat. Akhirat Nampak jelas di depan mata sebab sudah tidak ada kekuatan dan kesehatan mengejar dunia, disaat kondisi sehat bugar semua gerak dan tindak tanduknya malah ditujukan untuk duniawi semata.
Yang ketiga adalah ketenangan. Sayyidina Ali menyebutkan isntrumen kebahagian juga adalah rasa aman dan tempat paling aman. WA YU’THA MIN MA’MANIHI (bagaimana maut mengincar sementara dalam zona aman). Semua manusia mencari tampat aman dan kondisi yang nyaman. Rumah adalah tempat keluarga berteduh mencari ketenangan, dengan rumah kehidupan menjadi lebih layak, aman dan nyaman. Sungguh menyakitkan seseorang yang sudah menikah namun bertempat tinggal di kolom jembatan. Semua manusia menginginkan tempat yang aman dan nyaman, dan menjauhi tempat yang berbahaya. Fasilitas tempat yang mewah dengan segala peralatan apartement, hotel, kantor, istana Negara hanya untuk keamanan dan kenyamanan manusia.
Sayyidina Ali kembali memperingatkan bahwa tempat apapun itu, nyaman atau aman, tetap akan diincar oleh kematian, jadi apa yang bisa membuat manusia aman pada dunia ini ? sementara kematian selalu mengincar ? ancaman perampok dan penjahat sudah dimana mana. Mari kita melihat pendahulu nenek kakek kita, keamanan yang kurang terjamin, polisi, security jarang beroperasi dan masih sedikit, namun mereka malah panjang umur, Sekarang keamanan yang ketat tapi malah banyak yang pendek umurnya. Justru perkembangan teknologi menjadi factor utama mengundang maut lebih cepat. kemajuan ilmu dan teknologi malah membuat umur manusia pendek. Tiga nasehat sayyidna Ali dalam mencapai kebahagiaan hakiki terkadung dalam jawaban tentang Kekekalan manusia, kesehatan dan keamanan.
Comments
Post a Comment