Tips Berbahagia Ala Aristoteles

ETIKA NIKOMACEA

(Tips Bahagia menurut Aristoteles)

By: Farham rahmat

Santri Millenial

Pelajaran-pelajaran aristoteles tersebar luas berkat murid-muridnya, sampai melahirkan filsafat Hellenisme. Filsafat hellenisme inilah yang masuk ke dalam dunia islam. Selain itu, aristo juga mempunyai pikiran tentang  Nicomacea Ethic diantara filsafat etika yang lain, seperti etika relativisme, etika behaviorism dan etika moralia. Namun semua prinsip etika aristo termuat dalam satu judul buku yaitu Etika Nicomakea. Tulisan kecil ini membicarakan secara singkat tentang teori etika aristoteles tersebut.

Keseluruhan etika nikomakea, eudemia dan moralia mempunyai tujuan teologis, artinya berbuat baik itu mempunyai pengaruh terhadap yang lain, begitupun setelahnya, setelahnya dan setelahnya lagi, sampai tak berujung, pandangan ini salah menurut teori ini. Untuk mencapai kebaikan sempurna menurut etika nikomakea adalah tidak boleh kebaikan mempunyai dampak yang tak berujung harus ada sebab pertama (kausa prima). Mengapa kita berbuat kebaikan ? etika nikomakea menjelaskan manusia berbuat kebaikan pada dasarnya hanya satu tujuan, yaitu mencapai kebahagiaan maknawi.

Penjelasan ini mengingatkanku tentang perkataan teman. Saat itu saya membawa kue, dan memberikan kepada para guru di pondok. Sesaat setelah itu, teman saya berkata “Apakah anda tidak merasakan ketenangan dan kebahagiaan tersendiri ketika memberi ?” Ada, Kata saya. Dia melanjutkan, “Selama dalam hidupku, ketika saya berbuat kebaikan ada perasaan puas dan bahagia. Tapi saya tidak bisa menjeleskannya dengan bahasa”. Mungkin ungkapan teman saya adalah makna singkat filsafat etika nikomakea aristo dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Manusia menjadi baik ? pada dasarnya baik itu lahir dalam diri seseorang, bukan dorongan secara eksternal, baik itu adalah fitrah sehingga melakukan kebaikan tidak harus menunggu ransangan yang lain. Kebaikan eksis dengan dirinya sendiri. Itulah mengapa Aristo berkata “Menjadi Orang Baik Itu Baik”. Melakukan kebaikan akan mencapai kebahagiaan. Melebur dengan kebahagiaan pasti tidak mencari lagi sesuatu selainnya. Seperti halnya mempunyai pacar, namun masih ingin mencari wanita lain, alasannya sederhana dia tidak bahagia. Andaikata ada kebahagiaan bersama dengan pasangan sebelumnya, mustahil dia mencari wanita lain. Kebahagiaan artinya tidak menginginkan apa apa lagi selain kebahagiaan itu sendiri.

Letak Kebahagiaan hakikatnya pada bahagia itu sendiri. Meskipun pada realitas kebahagiaan mempunyai gradasi level. Tingkatan pertama, Kebahagiaan imitasi (tiruan), kebahagiaan ini palsu belaka. Kebahagiaan muncul ketika meniru perbuatan orang lain, kebahagiaan ini kita bisa lihat pada anak kecil. Dorongan kebahagiaan bukan dari bahagia itu sendiri melainkan muncul dari tiruan, anak kecil meniru mamanya makan, meniru bapaknya menggaruk garuk, meniru kakaknya menyanyi atau joget-joget dan anak kecil bahagia dengan meniru. Menurut orang dewasa meniru tidak bernilai kebahagiaan, sebab dengan menyontek saat ujian tidak ada nilai bahagia sama sekali.

Tingkatan kedua, Kebahagiaan Internalisasi. Kebahagiaan pada level ini mendorong manusia karena bukan perintah dan bukan karena tiruan. kesadaran ini lahir dalam diri sendiri. Contoh kecilnya melaksanakan sholat bukan karena ada tuntutan dari pacar (sholat ki sayang…!). Atau membawa buku ke kampus bukan karena diperintah dosen (minggu depan bawa buku semua…!), melainkan karena keinginan  sendiri, sudah mampu melihat nilai kebaikan yang membahagiakan. Kebahagiaan seperti ini tidak ada tiruan dan tidak dorongan eksternal, melainkan lahir dalam diri sendiri (Intern). Kebahagiaan jenis ini meskipun kesadaran diri, namun masih terikat pada sesuatu untuk eksis.

Tingkatan ketiga, Kebahagiaan  Aksi. Setelah internalisasi selanjutnya adalah aksi, level ini sudah merealisasikan kebahagiaan dalam bentuk aksi dalam perbuatan nyata. Hanya dorongan kebaikan dari dalam diri belum cukup, belum Nampak dan belum dirasakan oleh orang lain, sehingga kebahagiaan belum terasa sejati. Jadi, kebahagiaan internalisasi disempurnakan oleh kebahagiaan ketika dalam bentuk aksi. Seseorang tidak bisa bahagia jika hanya mengandai andai untuk bersedekah, meskipun itu murni lahir dari dalam diri. Perlu aksi agar berdampak pada orang lain. Logikanya ada yang memberi artinya ada yang diberi. Kalau hanya sadar berbuat baik, lantas siapa yang akan diberi ?

Tingkatan keempat, Kebahagiaan Habbit (kebiasaan). Setelah kebahagiaan dalam bentuk aksi, lambat laun akan menjadi kebiasaan. Melakukan kebaikan, kemudian sudah menjadi kebiasaan seperti memberi cinta, berlaku adil, bersikap tabah dan sebagainya adalah bentuk memupuk kebaikan. Ada rasa yang ganjil tidak karuan jika kebiasaan ditinggalkan. Seperti sholat, seseorang yang sudah terbiasa mengerjakan sholat merasa aneh ketika meninggalkan sholat walau satu waktu.

Itulah mengapa Filsafat etika nikomakea membagi Dua fungsi rasio. Pertama adalah Rasio teoritis. Memungkinkan manusia mengenal kebenaran sehingga kita mengenal istilah Sophia artinya kebijakan orang yang bertheori. Kedua adalah rasio praktis. Memungkinkan apa yang harus dilakukan dalam keadaan tertentu. Lahir yang disebut Phronesis. Phronesis terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, Kemampuan mengambil sikap dan keputusan, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari hari. Kedua Bertindak sesuai masalah baik dan buruknya. Ketiga Tidak ada hubungan theory dan kebiasaan.

Aristoteles menekankan makna kebahagian tertinggi adalah hidup ideal dalam kebanaran. Bayangkan saja seseorang hidup dalam sebuah kondisi yang tidak sesuai dengan ide kebenaran yang difahaminya. Dia akan tersiksa, menjalani Sesuatu dengan paksaan kondisi, bukan dengan gerakan ide dan perasaan kebenaran yang difahaminya. Misalnya dalam ide ingin pacaran dengan perempuan berpostur tinggi, berkulit putih dan berambut lurus, hidung mancung, dalam realita ternyata menemukan perempuan pendek, berambut keriting dan berkulit hitam. Bisa dipastikan menjalani hubungan tidak akan bahagia. Alasannya sederhana, Karena kebenaran ide dalam fikiran tidak sesuai dengan realita yang ada.

Dengan demikian juga perlu diketahui bahwa kebahagiaan mempunyai syarat tertentu, dintaranya adalah , Pertama harta secukupnya untuk kebutuhan, tidak ada harta maka bahagia juga susah diraih. Kedua, persahabatan. Manusia yang tidak mempunyai teman dalam hidupnya, kemana mana sendiri, makan sendiri, belajar sendiri, menyanyi sendiri, semuanya sendiri, dijamin pasti tidak bahagia. Terakhir adalah keadilan, manusia manapun dan dimanapun dia berada pasti tidak bahagia jika mengalami ketidak adilan. Penjelasan dari ketiga syarat kebahagiaan ini sebagai berikut.

Masing masing mempunyai pembahasan tersendiri. Pertama adalah harta, mendatangkan harta harus dengan uang. Uang memang bukan nomor 1. Tetapi dalam setiap nomor semua butuh uang. Tidak ada di kehidupan ini yang tidak membutuhkan uang. Uang memberikan kesenangan namun tidak mutlak memberikan kebahagiaan. Ada perbedaan mendasar antara kesenangan dan kebahagiaan. Menurut Speusippus kesenangan itu adalah buruk. Sebab menimbulkan kecanduan, akhirnya cenderung bersenang senang. Sementara Eudoxus berujar kesenangan itu adalah baik adanya. Kesenangan sejatinya memberikan kebahagiaan.

Aristoteles dengan etika nikomakea membatah arguementasi kedua filsuf teman zamannya. Kesenangan bukan karena tidak adanya rasa sakit. Namun sebagai penawar sakit. Kesenangan memberikan efek kecanduan, karena bukan menghilangkan rasa sakit tapi mengobati rasa sakit. Seperti menghilangkan sakit dengan obat obatan heroin dan ganja. Memberikan kesenangan namun jauh dari nilai kebahagiaan. Kecanduan adalah nilai yang tidak berharga sama sekali.

Banyak yang tidak enak tetapi nikmat dan mendatangkan kebahagiaan. Mengindari tidak enak justru akan ketemu dengan tidak enak juga. Memaksakan diri untuk belajar menag tidak enak, tetapi makna kebahagiaan ada didalamnya ketika anda menjadi cerdas. Menghindari tidak enak, seperti menunda-nunda untuk berobat karena berat dan takut, justru akan mengantarkan kepada kematian. Jadi kesenangan hanya pada suatu aktivitas saja dan sementara. Kebahagiaan terasa senang apapun aktivitasnya. Majnun mencintai laila dengan kebahagiaan, sehingga apapun majnun lakukan selalu tersenyum bahagia. Semua yang Nampak adalah laila, tiada yang lain.

Selanjutnya persahabatan. Persahabatan juga menjadi syarat kebahagiaan. Manusia hidup secara bersosial membutuhkan manusia lain. Mulai dari lahir, kita dilahirkan oleh orang lain, dirawat sampai dibesarkan membuthkan orang lain. Menikah butuh orang lain, semua aktifitas butuh orang lain. Sampai meninggal pun butuh orang lain untuk memandikan, menyolatkan dan menguburkan jasad kita. Sampai harta yang dimiliki adalah milik orang lain. Mulai dari lahir sampai terbaring di kuburan tidak terlepas dengan orang lain.

Etika nikomakea membagi sahabat menjadi tiga bagian:
1. Sahabat karena manfaat
2. Sahabat karena kepentingan
3. Sahabat karena kebaikan
Sahabat karena manfaat, tidak lebih sekedar hubungan antara pembeli dan penjual. Hanya saling menguntungkan satu sama lain, tidak lebih dari itu. Persahabatan dengan kesenangan melihat dari berbagaai kesamaan yang ada. Dengan persmaan itulah melahirkan kesenangan. Senang main catur karena hobby sama. Senang berdiskusi karena sama sama akademisi. Senang pergi demonstrasi karena bersama dalam aktivis gerakan. Terakhir  Persahabatan kebaikan. Persahabatan ini, Tidak perlu mencari persamaan ataupun perbedaan. Cukup dengan menerima apa adanya sudah menjadi sahabat. Persahabatan jenis ini cenderung mendorong untuk melakukan kebaikan satu sama lain, serta melarang terjerumus pada perbuatan buruk.

Etika nikomakea menyelipkan pembahasan keadilan sebagai dasar utama dari etika. Keadilan mempunyai padanan kata yaitu kesamaan. Kesamaan ada dua bagian. Pertama kesamaan numeric aritinya mempersamakan manusia sebagai suatu unit tanpa ada perbedaan. Kalau dalam hukum disebut “Equality Before The Law” kesamaan proposrsional menempatkan manusia pada posisi hak dan kewajiban yang sesuai serta kemampuannya. Contohnya dalam social, orang miskin menjadi prioritas bantuan ketimbang dengan orang kaya.

Keadilan sendiri mempunyai dua bagian. Keadilan numeric distributive artinya seseorang diberikan atas capaian yang sama rata. Keadilan korektif yaitu keadilan untuk para pelanggar, harus ditindak untuk memebrikan keadilan korektif. Dikatakan korektif karena untuk menghilangkan atau mengoreksi perbuatan negative yang telah diperbuatnya. Keadilan distributive biasanya dilaksaknakan oleh pemerintah. Sementara keadilan korektif dilaksankan lansung oleh pengadilan atau mahkamah.

Comments

Popular posts from this blog

Hanya Homo Symbolicum yang Memahami USSUL

PESAN SAKTI RANGGAWARSITHA