BAHAYA DUNIA SEPERTI ULAR BERBISA


(Nahj Al-Balaghah Sayyidina Ali)

By: Farham Rahmat

Santri Milenial

Sayyidina Ali Berpesan dalam Kitab Nahj Al-Balaghah:
MATSALU AD-DUNYA KAMATSALI AL-HAYYATI LAYYIN MASSUHA WA SUMMU AN-NAAQIU FI JAUFIHA YAHWI ILAIHA AL-GIRRU AL- JAHILU WA YAHDZARUHA DZU AL-LUBBI AL-AQILU.

perumpamaan dunia seperti ular, lembut ketika menyentuhnya, tapi berbisa dalam dirinya. Tertarik kepadanya adalah orang yang tertipu nan bodoh, dan diwaspadai oleh orang yang memiliki pengetahuan dan memiliki akal pikiran.

Seseorang yang hanya melihat dari sisi kelembutannya akan terjebak dan terkena bisa ular. Dunia itu indah dan lembut, namu mengandung racun yang luar biasa. Yang tidak memahami dunia akan kelihatan lembutnya saja. Bagi yang menggunakan akal tidak akan terjebak pada bisa ular yang mematikan, dalam arti kata, orang bodoh akan terjebak pada dunia, sementara orang yang memiliki akal terhindar dari bahaya dunia.

Orang berakal bukan dia yang hebat memimpin sebuah bangsa besar, atau menemukan rumus dan mencipta teknologi atau merancang system politik hukum yang rumit. Menurut Sayyidina Ali Orang yang berakal adalah dia yang mampu memahami dunia dan mengendalikan dunia menjadi peluang pahala. Merasakan dan menikmati dunia namun tidak terpengaruh kepada dunia yang lembut dan memnfaatkan kearah yang lebih baik. Sekali lagi, Dunia seperti ular yang lembut, memberikan kenikmatan dan kelembutan namun mematikan dalam akibatnya.

Ular tidak akan pilah pilih anda siapa, siapa yang mendekat dan mengelusnya dia akan patok. Begitu juga dengan dunia, tidak melihat anda anak raja, anak ulama, anak kiyai, anak presiden atau anak petani, anak nelayan semuanya akan ditenggelamkan oleh dunia bagi mereka yang mencoba dekat dan mengelusnya. Semua unsur pada ular ada pada dunia, ular memiliki kelembutan yang sangat, mampu memberikan kenikmatan yang menyentuhnya, begitupun dengan dunia menjanjikan kenikmatan yang mewah tiada tara. Namun ular juga mempunyai bisa  mematikan, begitu juga dengan dunia memiliki segudang racun, mampu membinasakan siapapun yang mendekat tidak peduli apa jabatanmu dan berapa kekayaanmu. Tidak memahami ular maka dia akan binasa, artinya dia yang tidak faham dunia akan tenggeelam dalam kebinasaan.

Lantas siapa mereka yang terhindar dari bisa ular atau racun dunia ? Sayyidina Ali menjawab Wa Yahdzaruha Dzu Al-Lubbi Al-Aqilu yaitu mereka yang memiliki pengetahuan dan berakal. Kekayaan paling kaya adalah akal. Paling miskinnya kemiskinan adalah kebodohan. Sebab dialah yang mengerti bahaya dunia dan akan menghindarinya. Mereka yang berakal bukan dia yang menemukan penemuan canggih dan teknologi, tapi yang berakal adalah dia yang hati hati dengan dunia dalam berkerasi mengubah peluang dunia menjadi sebuah keuntungan akhirat. Malas untuk mengejar pahala mengumpulkan kebaikan menjadi insane kamil adalah ciri yang tidak berakal. Hanya orang berakal yang memahami dunia, sebagaimana kita mengetahui halusnya ular dan bahayanya ular.

Seseorang yang konsentrasi kepada dunia semata, dia akan kehilangan keberkahan dalam hidupnya. Sebab perhatiannya teralihkan kepada hal hal yang duniawi, dan melupakan ukhrawi seperti keberkahan, pahala dan sebagainya. Lantas mengapa kebanyakan orang tertipu dengan ular dan tenggelam dalam kemewahan dunia ? alasannya sederhana karena konsentrasi kepada makna dan ukhrawi berakibat tidak langsung bermanfaat dan cenderung membosankan. Seperti contoh sederhana belajar. Belajar memang berat, membaca buku satu menit sudah ngantuk berat, sementara main hp nonton film, komunikasi via facebook, whatsaap, instagram dan sebagainya kuat sampai berjam jam, bahkan tidak tidur semalaman. Belajar konsentrasi pada makna ukhrawi, sementara android menjanjikan kenikmatan duniawi.

Belajar untuk mengejar makna tidak mempunyai efek dunia, contoh sehari hari setelah mengerjakan sholat berjama’ah, jama’ah tidak langsung mendapatkan imbalan materi, shaf pertama dapat berlian, shaf kedua dapat emas, shaf ketiga dapat perak dan seterusnya. Sehingga sholat yang merupakan aktivitas ukhrawi yang mengedepankan makna banyak ditinggalkan oleh kaum muslim itu sendiri, karena efek sholat adalah pahala maka cenderung membosankan. Efek duniawi berupa materi ini biasanya menjadi tolak ukur manusia beraktivitas di dunia, bahkan terkadang menipu, menfitnah, berbohong bahkan membunuh biasa saja, hanya untuk mendapatkan imbalan duniawi.

Akhirnya, kategori yang memahami dunia bukan berarti tidak mengambil keuntungan dari dunia, tetapi dia yang mampu  mengendalikan dan memanfaatkan peluang duniawi untuk masa depan ukhrawi nantinya. Mengikuti kemauan dunia sama artinya dengan meminum air laut, seperti sabda Nabi, dunia seperti memmunum air laut, semakin diminum airnya semakian haus dan haus, dan air yang kebayakan itulah yang akan membunuhnya.



                                   Jakarta, 12 Februari 2019

Comments

Popular posts from this blog

Tips Berbahagia Ala Aristoteles

Hanya Homo Symbolicum yang Memahami USSUL

PESAN SAKTI RANGGAWARSITHA