HOMO DEUS “ALGORITMA KESADARAN” YUVAL NOAH HARARI
By: Farham Rahmat
Santri Millennial
Diskusi ilmiah digelar di cafe ilmu dengan pembicara Dosen IAIN Palopo Amir Faqihuddin Assaffari dan dipandu oleh moderator Andi rizal syahrir. Pembahasan menarik ketika memulai dengan kalimat THE Death of ekspertice (matinya kepakaran) adalah era dimana orang tidak butuh dengan orang benar, meskipun itu ranahnya agama.
Buktinya Cara menyikapi komentar di sosial media yang tidak baik, terkesan grasak-grusuk, semua boleh berkomentar tentang agama, semua bisa mengeluarkan fatwa masing masing tanpa merujuk kepada yang tahu. Kebutuhan kepada orang yang pakar dalam bidangnya tidak perlu dan cenderung memanipulasi kebenaran versi pendapat mereka.
Mengapa terjadi demikian ? sebab, pakar dalam satu bidang keilmuan sudah jarang kita temui, bahkan Mereka fokus pada ekonomi dan fitrah untuk bertahan hidup saja, kapan pakarnya ?. dari ini, selalu saja ada kalimat yang terpelintir, misalnya, banyak orang bertanya, apakah kitab suci atau ada dalam kebenaran fiksi atau non fiksi ?.
Kitab suci dikatakan oleh yuval noah harari adalah fiksional, artinya kitab suci yang bertentangan dengan kenyataan akan dinyatakan salah. Dalam hal ini, kebenaran ada pada kriteria epistemologi reality. Kebenaran itu adalah faktual, dan signifikansi dengan sejarah.
Yuval noah harari juga mengatakan Homo Deus bdan kita memiliki algortitma kesadaran dan sistem matematis. Ketika seekor monyet melihat pisang, kemudian dibawah pohon pisang ada puluhan singa, dalam kesadarannya menganalisis pilah pilih “makan tapi ada singa”, maka monyet pikir makan atau tidak. Kalau Makan diterkam singa dan mati, tidak makan juga pasti mati.
Dari sini, terbentuk sistem kimiawi, Emosi punya logaritma hitung hitungan matematis. Memberikan dorongan untuk bertahan hidup dengan cara yang terbaik, agar tidak tersingkir dari pertarungan hidup sesuai dengan teori evolusi darwinian.
Begitupun dengan manusia, tentunya algoritma kesadara manusia jauh lebih ruwet dan detail ketimbang makhluk sadar lainnya. Contohnya, ketika Manusia dalam hal ini laki-laki secara normally pasti mempunyai insting perasaan suka kepada lawan jenisnya (perempuan).
Dari sini algoritma kesadaran manusia nampak dan bekerja, dia akan menghitung secara matematis sederhana dengan berkata “jika maju, dalam arti kata (tertarik sama perempuan dan melamarnya lalu menikah), maka dia akan bertahan hidup dan menjadi pemenang dari teori evolusi darwinian. Namun jika mundur, dalam arti kata (tidak tertarik, tidak melamar dan pastinya tidak menikah alias jomblo) maka dia akan musnah dalam sejarah kemanusiaan. Alasannya sederhana, karena pasti tidak memiliki keturunan, dan itu kegagalan mencipta sejarah untuk dirinya sendiri.
Dalam sisi algoritma kesadaran ini,manusia punya jiwa, yuval noah harari menjelaskan jiwa adalah hal terpenting dari manusia, sehingga dia terbedakan dengan makhluk lainnya. Buktinya, Realitas non materi punya real dalam fakta.
Manusia punya tubuh, bankan tidak punya tubuh juga bisa, suhrawardi dalam filsafat islam mengatakan bahwa kita adalah mandiri, tidak butuh yang lain, mandiri itu disebut jiwa. Matematika itu logis, tapi Metamatika itu tidak logis, disinilah kita kenal sebagai paradigma.
Contoh, dalam catur gerak setiap pion itu mempunyai jalur yang berbeda ? kuda bentuk L, benteng lurus, peluncur miring, perdana mentri lurus dan miring, sementara raja hanya bisa bergerak satu langkah saja.
Secara aturan main ini logis matematis, tapi pertanyaannya ? mengapa kita harus sepakat kalau seperti itu atruannya, mengapa gerak jalurnya berbeda-beda ? mirip dengan sholat, mengapa harus 4 rakaat isya, dzhuhur dan ashar ?. banyak dalam aktivitas kita juga dikendalikan oleh logika metamatis, bukan matematis. Yuval noah harari menyebutnya dua kekuatan jiwa dalam manusia.
Jakarta, 15 Maret 2019
Good
ReplyDelete