USTADZ SYAHID BERCELOTEH DI TA’BASSALA
By: Alan
Santri Millenial
Kini giliran masyarakat tabbassala desa tenggelang kecamatan luyo, merajut tali kasih dalam nuansa Halal bi Halal. Jum’at 21 Juni 2019 bertempat di lapangan hijau/bumi perkemahan tabbassala. Design panggung tidak kalah menarik dari desa Luyo kemarin. Masih kanda aco Nur Syamsi menjadi designer panggung, meskipun dari alat dan bahannya sederhana seperti kayu dan bambu, serta kain putih sebagai penghias namun dilengkapi pencahayaan yang tidak kalah dengan konser Rhoma Irama di ibu kota.
Seperti biasa, acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh adik remaja masjid tabbassala. Tidak lama berselang, kegiatan langsung diguncang oleh group Boneta adik-adik kecil tabbassala, personilnya ada delapan orang yang berpenampilan seperti anggota soneta group. Mereka terlihat kompak dan menikmati music, ada yang bermain gitar, bas, seruling, piano dan gendang. Malam itu bergemuruh kencang seolah membius keheningan, masyarakat bersorak riang menyemangati bocah yang tenggelam dalam nada.
Selanjutnya laporan ketua panitia oleh bapak Bebas Anas, S. Pd. “Para pemuda dan remaja masjid nurul iman tabbassala menerobos segala masalah demi menghiasi malam dangan Halal bi Halal, masyarakat serta kepala desa terlibat penuh, fokus pada kegiatan”, ciut ketua panitia. Pemuda tabbassala berkomitment setiap tahun nuansa idul fitri, halal bi halal sudah menjadi rutinitas, tutup pak Bebas Anas. Dilengkapi Sambutan oleh kepala desa tenggelang bapak Faishal Nur, beliau menegaskan kegiatan tahun depan akan ditangani langsung oleh pemerintah desa, tidak butuh sumber dana dari masyarakat lagi, dengan menyebutkan nominal rupiahnya.
Saat tiba acara inti, giliran Annangguru Ustadz Syahid berhasil membuat gigi pendengar mengering dengan ceramah komedinya. Beliau memaparkan bahwa Halal bi Halal adalah momentum untuk merajut kembali tali kasih, saling memaafkan dan menghilangkan rasa benci kepada sesama. Diksi bahasa mandar menyebut “Pallappasang” adalah hari raya idul fitri, makna dasar pallappasang dari kata lappas artinya melepaskan. Melepaskan seluruh kebencian, melepaskan iri hati, dendam, fitnah, gosip dan seluruh sifat yang menghancurleburkan persaudaraan.
Adapun penggunaan diksi “Lebaran” dari kata lebar dan melebarkan. Hari raya idul fitri adalah melebarkan dada untuk menerima kesalahan sesama dengan memaafkan. Jika masih sulit untuk menerima kesalahan sesama manusia dan memaafkan, berarti makna lebaran berubah menjadi “sempitan” sebab hati kita masih belum cukup menerima maaf dan meminta maaf. Pallappasang dan lebaran, keduanya identik dengan makanan dan riang gembira, artinya saling memaafkan sangat cocok pada momentum gembira.
Jika anda datang berkunjung ke rumah tetangga untuk minta maaf, sementara dia dalam kondisi lapar, susah, dan bingung, maka bukan maaf yang anda terima, melainkan muka masam dan marah. Saling bermaafan pada saat perut kenyang, hati plong, pikiran jernih, sambil mengenakan baju baru, celana baru, sandal baru semua baru, semua riang gembira, maka saat itulah moment yang tepat untuk meminta maaf. Sungguh sangat tepat jika moment halal bi halal saling maaf-maafan pada hari raya idul fitri.
Ustadz syahid melanjutkan hikmahnya dengan mengangkat sebuah kisah. Suatu waktu Rasulullah berkumpul bersama sahabat dan warga Jazirah Arab saat itu. Rasulullah hendak membaca do’a untuk keberkahan semua, namun sebelum itu, beliau bertanya “apakah diruangan ini ada yang saling membenci ?” semua saling tengok, namun tidak ada yang mengaku, Rasulullah mengulang lagi “Apakah di ruangan ini ada yang punya rasa benci kepada sesamanya ?” masih belum ada yang mengaku, ketiga kalinya Rasulullah mengulang pertanyaan yang sama “apakah diruangan ini ada kebencian dalam hatinya kepada sesama ?” sungguh, do’a tidak akan saya lanjutkan sebelum ada yang mengaku, tegas Rasul. Seorang pemuda, tidak sanggup menahan pertanyaan Rasulullah yang berkali-kali dilontarkan, sehingga dia mengacungkan tangan sambil menangis dan berucap “Sungguh aku sangat ingin masuk dalam do’amu Ya Rasulullah, mulai hari ini saya hancurkan kebencian itu, semata-mata untuk meraup ampunan dari do’amu Ya Rasulullah”
Ustadz syahid melanjutkan dengan satu kisah lagi, sebua kisah yang menceritakan seseorang yang punya rasa benci dan iri hati, diksi bahasa mandar menyebutnya “Kambang roti ” atau “Siri ate”. Dalam kitab Iryadu Al- Imad karya Zainuddin Al-Ma’badi Al-Baghd, ada Orang kaya yang sangat kaya, kekayaannya mencapai emas 8.000 dinar setarai 64 kilogram emas, bisa mencapai ratusan triliun, tinggal baghdad irak. Dia hendak menunaikan ibadah haji, sehinggah semua hartanya dititipkan kepada satu orang terpilih dari ribuan orang untuk menjaga harta tersebut nama samarannya “Pua awa” dipercaya karena terkenal dengan keshalehannya, selalu sholat malam, berjamaah di masjid tidak pernah absen, puasa senin kamis dan seluruh ibadah dikerjakannya.
Selang beberapa waktu, orang kaya ini pergi haji, sebelum sampai ke tanah haram, dia mendengar kabar pua awa meningga dunia. Spontan kaget dan khawatir akan hartanya. Sepulang dari haji, dia bertanya kepada keluarga pua awa perihal keberadaan harta, namun tidak satupun mengetahuinya. Kemudian bertanya tetagga depan, belakang, samping kanan kiri semua ditanyai, namun hasilnya juga sama, tidak ada yang mengetahui. Ternyata pua awa tidak menitipkan warisan atau pesan kepada siapapun, karena memikul amanah untuk menjaga harta.
Orang kaya ini, lantas mengunjungi seorang Ulama makkah yang sangat masyhur pada masanya, mengadu dan meminta solusi. Ulama itu memberitahu dua solusi, “Pertama, pergilah ke sumur zamzam, lalu sholat dua rakaat dan berdoa dipelatarannya, kemudian hadapkan wajahmu kebawah sumur dan panggil namanya Pua awa, insya allah kalau orang baik pasti anda akan dijawab”. “Siap laksanakan pak kiai”, kata orang kaya. Sesampainya disana setelah sholat dua rakaat dan bermunajat kepada Allah, kemudian dia memanggil pua awa dari atas sumur zam-zam, tiga kali memanggil, dan tidak satu katapun ada jawaban.
Dengan setengah putus asa, orang kaya datang menghadap lagi ke ulama makkah dan mengeluh kedua kalinya. Bagaimana, apa ada jawaban ? tanya ulama makkah, “tidak ada”, jawab orang kaya sambil memurungkan wajahnya dan menunduk. Ulama makkah berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, berarti persangkaanmu mengatakan Pua awa orang baik itu salah, dia adalah orang jahat, jika dia orang baik, niscaya akan menjawab salammu, karena sumur zam-zam diyakini oleh seluruh ulama di dunia adalah satu jendela dari ribuan jendela-jendela surga, artinya pua awa tidak di syurga”.
“Jadi bagaimana solusinya guru ?” tanya orang kaya lagi. Ulama makkah menjawab, “silahkan anda pergi ke hadramaut (yaman), cari sumur yang bernama Barhut. Ulama meyakini, bahwa sumur itu adalah satu jendela dari ribuan jendela-jendela neraka. Silahkan anda sholat dua rakaat seperti biasa kemudian membaca do’a lalu panggil Pua awa dari atas sumur barhut itu”. Tidak berfikir panjang orang kaya tersebut melaksanakan petunjuk Ulama makkah, dia pun pergi dan melakukan apa yang diperintahkan sang guru.
Dari atas sumur Barhut, dia memanggil nama pua awa dengan kencang, “oeeee Pua awa....” tidak habis nada irama panggilannya, Pua awa langsung menyahut “oeee, apa kabar brow” “kabar baik" jawab orang kaya. Dimana anda simpan hartaku ?, pua awa menjawab, “Sungguh hartamu hanya aku yang mengetahui, sebab aku tidak memberitahu siapapun termasuk keluargaku. Hartamu saya tanam dibelakang rumah dengan ciri ciri sebagai berikut...” setelah mengetahui letak hartanya, orang kaya tersebut bertanya “Saya punya satu pertanyaan lagi, kenapa anda di tempatkan disini, sepengetahuanku anda orang baik dan ahli ibadah ?” Pua awa menjawab “tempat inilah yang cocok untukku dari Allah”.
Pua awa menjelaskan lebih lanjut, “Apa anda kenal ibu yang bernama (nama samaran) kindo sitti, rumahnya di ujung tidak jauh dari lapangan ?” tanya pua awa. “Iya saya tahu”, jawab orang kaya. Itu adalah saudara saya, pua awa menjelaskan sambil menangis, sementara orang kaya ini kaget bukan kepalang, “tidak satupun warga mengetahui kalau saya bersaudara dengannya, karena kebencian dan tidak saling bertegur-sapa. Bertahun-tahun saya simpan rasa benci itu, rasa dendam dan marah menggerogoti hatiku, dan itulah alasannya mengapa aku ditempatkan di neraka”.
Aku memang dikenal ahli ibadah baik dan bersahaja didunia, namun kebencianku kepada saudaraku meluluh-lantahkan semua amal ibadahku. Demikian ustadz syahid menceritakan sebuah kisah akan pentingnya menjaga silaturahmi dan saling bermaaf-maafan. Semoga setelah idul fitri, kita termasuk manusia yang saling mencintai dan tidak ada kebencian dalam hati. Acara selanjutnya adalah pembacaan do’a oleh ustadz Arifuddin Qosim. S. Ag. Sebagai penutup kegiatan, selanjutnya adalah hiburan.
Tabbassala, 23 juni 2019
Comments
Post a Comment