IDUL FITHRI & HAL-HAL YANG BELUM SELESAI


DR.MUHAMMAD ZAIN

Kata alm. Nurcholish Madjid (Cak Nur), Idul Fitri adalah puncak dari pengalaman spiritual dan sosial keagamaan bagi setiap umat Islam.

Kata ‘mudik’ berasal dari bahasa Betawi, berarti kampung. Mudik berarti pulang kampung. Tradisi mudik menjelang perayaan Idul Fitri hanya dikenal di Indonesia.

Hikmah dari tradisi mudik ke kampung halaman adalah kembali melihat jejak masa kecil, bertemu orang tua, saudara, dan teman masa kecil, atau ziarah kuburan orang tua dan saudara. Mudik tahun ini bisa juga bermakna, melepaskan kita dari hiruk pikuk politik, setelah pilpres dan pileg. Di kampung, kita bertemu saudara dan teman, tidak ada basah-basih, semuanya alami (natural) dan penuh keikhlasan.
Menurut penelitian Susan Pinker dalam bukunya: The Village Effect, why face-to-face contact matters, komunikasi dan pertemuan dengan tatap muka langsung itu "menyehatkan" dan mempererat kohesi sosial. Bahwa dampak kontak langsung, tatap muka dengan keluarga dan teman dekat berefek positif untuk bisa bertahan hidup. Untuk survive, kita membutuhkan kohesi sosial dan kehangatan dalam komunikasi. Itu bisa terjadi di desa.
Kehidupan di kampung dan kota itu beda. Di kota, kita akrab orang-orang yang sukses, jaya dan pada saat yang sama, kia bisa lihat orang-orang yang terhempas dan terpinggirkan akibat tingginya kompetisi, persaingan, dan gaya hidup yang kadang tidak mengenal belas kasih. Sungguh miris hati kita melihat sebagian orang kota yang terpinggirkan, kurang beruntung, dan lebih celaka lagi jika mereka teralianasi dari Tuhannya. Mereka terhempas dari "poros" Tuhan.

Hari ini di Cina, kita baca, perkembangan perekonomian dan politiknya telah maju pesat dan menjadi terdepan di dunia. Geo-politik di dunia kini dikuasai oleh pemerintah Komunis, Cina ( Lee Kuan Yew).  Orang Cina itu punya prinsip hidup, mati dalam keadaan miskin adalah dosa, die poor is sin. Karena itu, mereka rajin berusaha dan belajar agar menjadi kaya. Nabi pun pernah bersabda, belajarlah ke negeri Cina.
Tetapi dewasa inii, China mengalami spiritual avoid, kehampaan spiritual. Bahkan "kenakalan lansia" yang kebetulan bernasib kurang beruntung merupakan masalah sosial di sana. Konfusianisme dan Taoisme tidak  cukup lagi untuk memberikan pencerahan spiritual di China.

Berbeda dengan masalah kita di Indonesia hari ini, misalnya kenakalan remaja. Ditambah masalah baru di media sosial, berita buatan yang kita kenal hoax atau fitnah.

Umat Islam itu akrab dengan ayat “amar ma’ruf nahyi munkar.” Ayat inilah yang dipahami oleh para sarjana beken Islam dan orientalis ( Marshall Hodgson, The Venture of Islam dan Michael Cook), bahwa peradaban Islam maju dan berkembang hingga menguasai 1/3 dunia bahkan sampai ke daratan Eropa beberapa abad karena spirit ayat ini.Tapi sebagian kita telah memahami ayat ini dengan menonjolkan kekerasan dalam menyebarkan pesan-pesan agama kita. Ini tidak laik dan sebaiknya dihindari. Islam itu rahmatan lil alamin, yang idealnya disebarkan dengan cinta damai menuju harmoni kehidupan dengan sesama.

Pahami Al-Qur’an
Selama bulan suci Ramadan, kita telah banyak membaca Al-Qur’an bahkan di antara kita banyak telah menamatkan beulang-ulang. Itu bagus, tapi pesan Prof. M. Quraish Shihab, bacalah dan pahami kandungan makna Al-Qur’an. Tadarus al-Qur'an tidak berhenti pada tilawah, membaca al-Qur'an saja. Sebab kata tadarus mengandung arti keterjalinan, ada proses belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan pandangan Jalaluddin Rumi dalam kitabnya Fihi Ma Fihi, bahwa orang yang berpuas diri hanya membaca ayat-ayat al-Qur'an, dan tidak berusaha untuk memahami pesan dan kandungannya, seperti seseorang yang makan roti. Roti itu dikunyah-kunyahnya lalu dimuntahkannya. Jadi, dia tidak merasakan nikmatnya roti. Jadi ada orang yang pemahaman al-Qur'annya hanya sampai ke tenggorokan.

Nafsu Shopping
Fenomena menarik yang mudah kita saksikan menjelang dan sesudah lebaran Idul Fitri adalah hobi shopping, terutama bagi ibu-ibu. Di ujung Ramadan, mereka bergeser dan pindah ber-tawaf ria ke mall-mall, belanja berbagai kebutuhan secara berlebih-lebihan. Mereka menjadi konsumerisme. Gaya hidup hobi shopping bagi kalangan menengah ke bawah menjadi problematika umat kita yang perlu segera disadarkan dan dicerahkan.

Akhirnya, setelah Idul Fitri, mari kita menjaga kualitas ibadah-ibadah dan tingkatkan hubungan kemanusiaan kita dengan sesama. Terima kasih.

Ini ringkasan khutbah Jumat Dr. M. Zain, Kepala Pusat Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Balitbang Kementerian Agama, 14 Juni 2019 di Masjid al-Ikhlas Kementerian Agama RI, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat.

M. Saleh Mude 

Comments

Popular posts from this blog

Tips Berbahagia Ala Aristoteles

Hanya Homo Symbolicum yang Memahami USSUL

PESAN SAKTI RANGGAWARSITHA