MAKNAWIYAT HALAL BI HALAL MENGGEMA DI LUYO
Oleh:
Alan (Santri Millenial)
Lapangan hijau desa Luyo, kini menjadi saksi gema Halal bi Halal. Minggu 9 juni, pemuda yang tergabung dalam desa Luyo spektakuler menampilkan acara kegiatan yang setara dengan stylish ibu kota. Meskipun berada di tengah perkampungan, namun design panggung cukup menarik.
Gelar Halal Bi Halal dimulai dengan pembukaan oleh pembawa acara Adinda Sarinah. Tidak berselang lama, untuk meraup berkah Ilahiyah dan Nubuwwah pembacaan ayat suci Al-qur’an niscaya diperdengarkan oleh saudara Darno. Lantunan ayat demi ayat terajut dalam susunan huruf-huruf hijaiyyah pun membuana, terdengar nyaring di perkampungan, menembus sekat ruang.
Dilanjutkan sambutan oleh ketua panitia Samsul Ikram, diiringi oleh pengawal, layaknya seorang raja dari kerajaan tanah mandar. Suasana hening, seakan mengantarkan ke masa silam, perjanjian para raja, tujuh kerajaan di gunung dan tujuh kerajaan di pesisir terjadi di monumen Allamungan batu di desa luyo.
Selanjutnya sambutan dari kepala desa bapak Roi, menghimbau warga untuk tidak takut kepada pemerintah selama dalam kebenaran. “Kedudukan pemerintah adalah pelayan warga, tidak ada sektarian dukungan. Ketika sudah terpilih, maka semua sudah menjadi satu tanpa sekat warna. Moment Halal bi halal pemerintah harus open house dan open toples”, ujar kepala desa luyo.
Juga sambutan dari perwakilan kecamatan Luyo oleh bapak H. Muis, diiringi tarian mappadendang remaja masjid luyo. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa “halal bi halal adalah momentum untuk merajut kembali tali persaudaraan. Semua pasti akan mati, maka marilah mati dalam keadaan saling memaafkan satu sama lain, allah tidak akan memaafkan hambanya sebelum dia meminta maaf kepada sesamanya manusia”.
Acara inti hikmah Halal Bi Halal oleh kakanda Ustadz Mas’ud Shaleh. Ada beberapa pengetahuan orang dahulu yang tidak kalah canggih dengan zaman milenial sekarang. Generasi zaman now mestinya mampu meraih utas tali sejarah dari para leluhurnya. Connectivitas harus kuat agar terhubung dengan kekuatan teknologi mistis para leluhur. Pungkas Mas’ud Shaleh. Halal bi halal bukan hanya untuk menyambung tali sesama manusia yang hidup, namun juga yang telah berpindah tempat. Gambaran makna halal bi halal yang disampaikan oleh kanda mas’ud shaleh, lebih detail pada tulisan berikutnya.
Kemeriahan acara makin syahdu dengan dendan qosidah rebana, oleh ibu ibu majelis taklim masjid nurul hidayah desa Luyo. Pesan dakwah mengalir dalam untaian harmoni pukulan qosidah. Kemudian tampilan nyanyian solo oleh Mitarani, dilanjutkan tarian etnis remaja ta’bassala, keindahan tarian khas mandar pun meliputi suasana malam hening. Ditambah dengan musikalisasi puisi remaja masjid nurul iman ta’bassala dan sholawat adik adik remaja masjid nurul hidayah desa luyo. Semuanya mengumandangkan nilai-nilai moral dan syiar islam dalam kesenian.
Puncak maknawiyat, ketika musikalisasi puisi dan sayang-sayang persembahan Lantera desa sambali-wali tampil, dilantunkan dalam nada syair parrawana towaine (pesan dakwah islam di tanah mandar). Makna dalam lirik sayang-sayang, mengetuk hati seorang hamba. Sehingga tidak jarang kita dapati warga meneteskan air mata mendengarnya. Sepenggal lirik itu adalah “Manu-manu di suruga, saicco talle boi, pole mappittulean to sukkuq sambayanna” Burung dari syurga, sedikit-sedikit menampakkan diri, hadir untuk menanyakan orang yang paripurna dalam sholatnya. Pesan syair mandar yang bersifat sufistik ini, insya Allah dikupas pada tulisan lain.
Terakhir penutupan dengan senandung gambus oleh sang maestro imam masjid nurul hidayah desa Luyo, dilengkapi dengan pembacaan doa. Rangkaian acara berakhir, sementara beberapa warga masih bertahan pada penghujung acara. Lapangan hijau perlahan menjadi sepi, langit pun ikut mendung, seakan menyertai keberkahan malam halal bi halal desa Luyo.
Luyo, 10 Juni 2019
Comments
Post a Comment