MENDARAS SASTRA RUMI MENGHADIRKAN DUA MAHA GURU
Oleh:
Alan (Farham Rahmat)
Santri Millenial
Inisiatif pencinta tasawuf, yang tergabung dalam cendekiawan muslim Sulawesi Barat berhasil menghadirkan Maha Guru, Direktur Rumi Instute Jakarta Kakanda Ustadz Muhammad Nur Jabir dalam kegiatan spektakuler dan langka terjadi, khususnya di wilayah mandar. Tema yang digusung adalah “Mendaras Sastra Rumi, Antara Cinta dan Tragedi” sebuah kajian kritis tentang konsep manusia dalam perspektif Jalaluddin Rumi, kamis 27 juni 2019 di aula tasha center majene sulawesi barat.
Selain direktur Rumi Institute Jakarta, juga hadir tokoh NU Sulawesi Barat Annangguru Habib Ahmad Fadhl Al-Mahdaly, beliau tampil sederhana mengenakan sarung dan kopia hitam, ciri dan kekhasan ulama NU. Beliau menjadi narasumber mendampingi Ustadz Muhammad Nur Jabir, memaparkan tasawuf mandar yang penuh dengan ajaran cinta, kemudian dikenal dalam tradisi mandar dengan nama Paissangan (Pattidzioloan).
Seperti seminar akbar pada umumnya, dimulai dengan pembukaan oleh protokol adinda Rahmi Basri asal polewali, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sejenak ruang Tasha lengang, berubah menjadi gemuruh semangat pancasilais, diisi oleh suara anak-anak bangsa yang rindu akan indonesia berkeadilan. Dilanjutkan laporan ketua panitia oleh kakanda Rahmat dari tinambung, sering disapa “Rahmat Rumi” sebab kecintaannya kepada maulawi rumi begitu tinggi.
Dalam sambutannya, beliau mengucapkan terimaksih kepada direktur Rumi Institue Ustadz Muhammad Nur jabir atas kehadirannya, yang juga memiliki darah mandar dari pamboang. Juga terima kasih tak terhingga kepada A’ba thaha puang sayyeq, turut serta memberi keberkahan acara. Tidak banyak bicara, kanda Rahmat langsung bersenandung dengan puisi cinta Rumi, sangat fasih tanpa jedah, hafal paripurna, menambah kesyahduan kegiatan, seolah Maulawi Jalaluddin Rumi hadir dalam ruangan menyaksikan.
Pembacaan puisi oleh Irwan Syamsir ada tiga judul puisi yang dipersembahkan, puisi rumi tentang “Rindu” puisi mandar “Buraq Sendana” dan puisi karyanya sendiri, “Mahar”. Juga sastrawan Fathanah Naga Ali yang punya Jalaluddin Rumi Pustaka, membacakan puisi dari Rumi. Peserta yang hadir mulai tenggelam dalam Asyiq kerinduan dan maknawiyat cinta. Lebih seratus orang menyaksikan senandung Rumi membuana, bahkan kursi yang disiapkan panitia tidak cukup, sehingga ada yang terlihat berdiri dan duduk diatas meja, demi ikut merasakan getaran maknawiyat itu.
Terakhir penutup dan pembacaan do’a oleh ustadz Muhammad Yunan dari majene. Rangkaian acara berakhir, dan tibalah saat-saat yang ditunggu, kajian daras sastra rumi oleh Ustadz Muhammad Nur Jabir dan Habib Ahmad Fadhl al-Mahdaly, dipandu langsung oleh moderator bapak Muhammad Khalik.
Keduanya sangat harmoni, larut dalam perbincangan sama sama berdarah mandar, tertawa lepas entah mereka ngobrol apa, namun yang jelas mereka adalah sang guru yang bersahaja. Ada satu lagi, kedua guru ini mengenakan warna baju yang sama, entah kebetulan atau memang disengaja. Selanjutnya isi kajian mendaras sastra rumi akan saya tuliskan pada halaman berikutnya.
Majene, 29 Juni 2019
Comments
Post a Comment