SINERGISITAS PRAMUKA DAN LITERASI MENCIPTA PERADABAN
(Jambore Kwartir Ranting Gerakan Pramuka Luyo)
Oleh:
Alan
(Purnawirawan DKR Luyo)
Catatan-catatan harian itu, suatu saat akan menjadi coretan sejarah dan anda akan dikenal dunia, Kak muhammad munir memberi pesan literasi kepada adik-adik pramuka penggalang dalam Jambore Ranting Gerakan Pramuka Luyo, 26 Juni 2019 di bumi perkemahan Tabbassala desa Tenggelang Kec. Luyo. Rangkain kegiatan jambore ranting menghadirkan kekuatan literasi diantara padatnya jadwal kegiatan. Peserta wisata buku, gugus depan mengutus 4 orang perwakilan dari 10 pangkalan, mencapai 40 peserta didik.
Keseruan pramuka bergandengan tangan dengan literasi, mencipta aroma tulisan yang menggelegar diantara para patriot kesatria. Alam menjadi tempat belajar, mereka duduk diatas rerumputan, bersahabat dengan semilir angin yang berhembus kala itu. Sementara kakak pembina senior bapak Rahman Arok juga hadir mendampingi kak Muhammad Munir. Terlihat juga sekretaris Kwartir Ranting Luyo Kak Syaharuddin duduk disamping kanan. Membentuk tiga serangkai senior pramuka, seakan bernostalgia puluhan tahun yang lalu.
Kak Munir melanjutkan, penggalang kepramukaan luyo harus ada yang menjadi penulis. Sekilas melontarkan pertanyaan “apa cita-cita kalian ?” mereka ada yang menjawab “Polisi, tentara, Guru, Pengusaha, juga ada yang bercita-cita jadi Presiden” lucu sekali, karena tidak ada yang ingin jadi penulis. Lantas kak Munir melanjutkan “tidak seorang pun yang bisa menghalangi cita-cita kalian, namun apapun kamu, jadilah penulis. Tentara, tentara yang penulis, polisi, polisi yang penulis, guru, guru yang penulis, presiden pun juga bisa jadi penulis” pesan kak Munir.
Untuk cinta menulis, anda harus terbiasa dengan buku diari. Buku itu berisi catatan-catatan harian, apapun yang anda alami dalam waktu 24 jam itu. Jika itu continue dan konsisten, dalam jangka 12 bulan, tulisan kalian akan menjadi sebuah karya yang layak dibaca dunia, khususnya kepramukaan. Salah seorang penggalang bertanya “Saya bingung memilih konten yang bagus untuk jadi tulisan kak”. Kak munir sambil menghela nafas panjang dan menjawab “Tulis segala sesuatu yang kalian saksikan, satu contoh Passari manyang, belum ada karya ilmiah atau buku apalagi journal yang menceritakan bagaimana kehidupan dan tata cara passari manyang”. Sementara kehidupan orang tua kita di pegunungan, sangat akrab dengan manyang (tuak manis).
Mulai membaca dan menulis diari. Lalu, usahakan baca buku 5 halaman dalam sehari, dikali 30 hari, maka kalian akan mencapai bacaan 150 halaman, artinya anda menghabiskan buku dalam satu bulan. Setelah itu, menulislah apa saja yang anda alami dan anda saksikan dalam satu hari. Satu hari satu lembar dalam satu tahun anda bisa menulis 360 halaman, dan itu sudah layak menjadi buku. Sebagai penutup dari kak munir, beliau meminta satu peserta untuk membacakan puisi dari buku “Puaji tokke” judul puisinya juga “Tokke”. Setelah itu memberikan hadiah buku kepada dua orang peserta yang beruntung.
Sebelum mengakhiri, kak munir juga merefleksi, bahwa kepramukaan hari ini harus kita kembalikan esensinya. Dalam arti kata, pramuka dikenal dengan daya imajinatif dan kreatifitasnya yang tinggi, semua kebutuhannya tercipta dari alam, sehingga memungkinkan untuk survival bertahan hidup di tengah hutan belantara.
Hari ini pramuka serba instan, mendirikan kemah sudah tidak menggunakan teori pionering atau simpul-bersimpul, melainkan tenda rangka siap pakai yang terpampan kokoh. Sudah bukan peserta didik yang menanak nasi, melainkan gurunya. Idealnya anak didik yang menyiapkan seluruh kebutuhan mereka selama berkemah, dan pembina hanya mengawasi serta mengarahkan. Dampaknya adalah tercipta kader patriot bangsa yang instan, bukan patriot bangsa yang kreatif.
Bapak Rahman arok juga berwasiat kepada peserta penggalang literasi, “Menulislah, apa yang anda tulis akan menjadi sejarah. Literasi, kita bangkitkan mulai dari pramuka luyo, bangkitkan budaya menulis dan menyebarkan virus literasi ke seluruh pelosok sekolah yang ada di kecamatan luyo, pesan ini juga untuk bapak dan ibu guru agar terbiasa dengan budaya tulis menulis”.
Rangkaian wisata buku telah selesai, kak Munir memberikan puluhan buku kepada DKR Luyo sebagai tanda terima kasih. Sesaat setelah itu, puluhan buku dihamparkan, warna lapangan berubah menjadi warna-warni dari sampul buku yang memancar. spontan adik-adik penggalang menyerbu lapak baca, mengambil buku sesuai selera masing masing. Terlihat beberapa dari mereka sangat serius membaca, dahinya berkerut, bibir sedikit maju (monyong) sambil menyandarkan diri di tiang bambu. Sepertinya mereka tenggelam dalam buku.
SALAM PRAMUKA.....!
SALAM LITERASI........!
Kwarran luyo, 28 Juni 2019
Comments
Post a Comment