HANYA CINTA YANG MENEMUKAN TITIK TEMU






Oleh: Alan
Santri Milenial
Forum titik temu “Kerja sama Multikultural Untuk Persatuan dan Keadilan” Rabu 18 September di DoubleTree Hillton Hotel Jakarta diselenggarakan oleh tiga organisasi besar Nurcholis Madjid Society, Gusdurian dan Ma’arif Institute. Setelah petuah dari Ibu Omi Komaria, Ibu Shinta Nuriyah Wahid dan Prof. Quraish shihab, forum secara resmi dibuka oleh bapak presiden RI Ir. Joko Widodo.
Forum dihibur oleh budayawan Sudjiwo Tedjo, kemudian dipandu moderator Gus Ulil Abshar Abdallah, mempersilahkan pertama kepada Bikhu Ratu shr Bhagawan Narayana Nana Suryanadi, dan mengatakan “Bijaksana harus dimulai dengan bijaksini, sambil menunjuk dadanya dan mempertegas disini, didalam hati ini ada kebijaksanaan. Mulai dari dalam diri, kemudian keluar dari diri dan bijaksana kepada orang lain”.
Suatu ketika ada orang bertanya, Apa perbedaan konsep kemanusiaan Gusdur dan paham kemanusiaan ala barat? Ternyata, Gusdur menganut kemanusiaan transendental, kemanusiaan yang didasari oleh ketuhanan”, ini disampaikan oleh Romo Simon Petrus Lili Tjhayadi.
Kota harus berjumpa dengan pelosok dan hidup bersama. Perbedaan bisa dituntaskan dengan sering bertemu. Seperti orang yang menyatakan saya lurus dan anda sesat. Karena saya benar dan lurus, maka saya berhak hidup dan lainnya harus mati. Dengan pertemuan kita bisa menuntaskan orang yang selalu merasa benar sendiri seperti tadi”, oleh Ma’arif institute Abdul Rohim Ghazali.

Yayasan cahaya Guru Ibu Henny Supolo Sitepu bergumam, “Pendidikan harus berkeadilan, dan keadilan harus berpendidikan. Pendidikan yang berkeadilan tanpa terkecuali, semua anak bangsa menikmati. Dunia pendidikan harus diisi dengan cinta, narasi positifnya adalah mengenal lingkungan dalam keragaman bukan penyeragaman, sebab pendidikan harus berakhir pada kesadaran bukan sekedar pengetahuan”.
Rohaniawan Bapak Ws. Dr. Chandra Setiawan, direktur eksekutif global peace foundation bercerita tentang pengalaman dengan sosok Gusdur. “Beliau Pidato dimanapun berada, semua agama sejuk mendengarkan pidato Gusdur. Menggambarkan bijaksana, cinta kasih dan keberanian seperti yang ada dalam tiga pusaka dari Konghuchu, mencipta 4 penjuru lautan manusia, intinya semua kita bersaudara”.
Ibu Lies Marcoes seorang antropolog juga mengatakan bahwa “Keragaman adalah fakta. Namun kadang-kadang dalam politik fakta itu bisa hilang. Hari ini, mari kita merajut perbedaan itu menjadi titik temu untuk mengungkap fakta keragaman”.
Rektor IAIN Kendari Prof. Faizah binti awad menegaskan, “Tidak apa apa saya dimaki secara individu. Tapi saya harus marah ketika ideologiku dihina. Meskipun resiko mengancam, kebangsaan harus diutamakan. Kerjasama multikultiral harus dimulai sejak dini dalam pendidikan”.
Dra. Yayah Khisbiyah dosen Universitas muhammadiyah surakarta, berkata “Tiga pendekar dari chicago, Buya syafi’i maarif, Amien rais, Nurcholis madjid. Semua yang terjaring ini mendapat julukan sesat dari golongan ekstrem. Sementara pemikiran beliau sangat progresif dan universal multikultural, mengampanyekan kedamaian dalam kebersamaan”.
Hari ini, kita butuh nyali, tidak cukup dengan kekuatan akal dan hati. Mayoritas Muslim moderat yang diam akan dikalahkan oleh kelompok minoritas ekstrem yang berkoar. Kita sudah dikepung. Mereka sudah menghimpit pendidikan, mulai dari sekolah sampai universitas. Kita semua punya kaki, namun tidak akan bisa jalan jika tidak ada jalan. Maka kaki minta jalanan, artinya gagasan sudah banyak, tinggal bekerja”. Pungkas Dr. Haidar Baqir.
Keadilan tidak bisa tercapai tanpa persatuan. Begitupun sebaliknya, persatuan akan hampa tanpa keadilan. Harta tidak merata pada masyarakat miskin. Ibarat matahari memancarkan cinta universal semua menikmati. Tapi dalam fakta sosial, manusia cenderung mengembangkan kasih sayang yang sesuai dengan dirinya saja, keluarga, kerabat dan kolega. Mestinya yang berbeda harus terconnect. Perluas interconnectif, sebab lama-lama yang berbeda itu malah menjadi asyik dan sama. Hubungan sosial harus dirajut sedemikian rupa. Walfare (kesejahteraan) meningkat maka kriminalitas turun, sebaliknya walfare menurun kriminalitas melambung”. Orasi Dr. Yudi latif.

Gagasan bisa banyak, namun ketika kita masuk ke masyarakat, terkadang ada persoalan yang susah diurai. Contohnya, jika masyarakat ditanya tentang konsep negara, mereka menjawab secara universal adalah pancasila ideologi negara, namun ketika menanyai lebih praktis lagi, bagaimana yang beda keyakinan? terkadang mereka bisa membunuh orang lain, kan aneh”. Kata putri bungsu Gusdur Mba Inayah Wulandari Hahid.
Bapak Richard louhenapessy, walikota ambon menyampaikan, “Ambon harus penuh dengan cinta. Seperti kata Gusdur mengatakan damai kepada rakyat ambon ditengah kerusuhannya, beberapa delegasi berdiskusi dengan gusdur pada saat sakit di kamar beliau. Hasilnya, sekarang ambon adalah tingkat Kerukunan umat beragama terbaik di indonesia”.
Closing statement, oleh Prof. Azyumardi Azra berargument bahwa “Masing masing suku bertemu dengan agamanya. Beda agama bisa ketemu di suku. Beda kedua duanya, mungkin ketemu di ideologi dan sebagainya, semua kita punya titik temu. Momentum titik temu di hari 17 agustus 28 Oktober, 10 November, 1 juni dan sebagainya. Empat pilar adalah titik temu, dan genda revitalisasi pancasila harus lanjut, jangan berhenti. Perkuat bhineka tunggal ika bukan hanya pada bangga-banggan. Untuk tercipta negara demokrasi yang kuat, tapi tidak otoriter”.

Terakhir, Prof. Quraish Shihab menutup forum titik temu dengan senandung “Semua yg kita ucapkan dan diselenggarakan adalah baik. Satu kata yang diulang-ulang namun tidak beraksi, itu omong kosong. Sebuah kisah tentang orang yang ingin mengubah dunia, namun gagal. Lalu diturunkan ingin mengubah bangsanya, gagal lagi. Diturunkan lagi ingin mengubah sukunya, gagal lagi. Diturunkan lagi ingin mengubah kampungnya, namun gagal lagi. Lalu berfikir untuk mengubah keluarganya dan masih gagal, sampai akhirnya terbaring sakit lalu menyesal dan bergumam “seandainya aku mulai berubah dari diriku sendiri, maka niscaya aku bisa mengubah dunia
Jakarta, 18 September 2019

Comments

Popular posts from this blog

Tips Berbahagia Ala Aristoteles

Hanya Homo Symbolicum yang Memahami USSUL

PESAN SAKTI RANGGAWARSITHA