PELETAKAN BATU PERTAMA MA JAHARA LUYO, MENGHARAP BERKAH PARA ANNANNGGURU


Peletakan Batu Pertama MA Jahara Luyo, dengan tabarruk kepada Para Ulama Leluhur. Harapannya kedepan akan menjadi lembaga pendidikan Agama yang besar untuk Kec. Luyo. Saya ingin membahas Peletakan batu pertama dengan tabarruk kepada Photo tiga Ulama Besar di Sulawesi (Annanggurutta Imam Lapeo, Annannggurutta KH. Muhammad Saleh. Dan Annannggurutta KH. Ambo Dalle). Annanngguru Zainal Abidin memimpin Do'a, menambah keberkahan, Jum'at 14 Agustus 2020.

Hakikatnya, kita adalah pasien dari alim Ulama yang mulia. Bukan hanya pasien di rumah sakit punya dokter, orang awam juga adalah pasien secara bathin kepada guru (tosalama) khususnya di tanah mandar. Dokter memberikan sugesti kepada pasiennya, begitu juga ulama memberikan sugesti kepada pengikutnya. Bedanya hanya ranah lahir dan bathin saja.

Sigmund freud dengan psikosanalisnya sebisa mungkin menutup keragu-raguan pada pasiennya dengan cara sugesti psikoanalisisnya. Bahwa freud memerintahkan untuk menutup pintu dari segala arah, agar terasa nyaman tanpa gangguan. Sepintas lalu terkesan sombong, sebab pintu tertututp tanda orang tidak bisa masuk. Tapi coba lihat sisi ini, bahwa tidak adanya orang masuk itu mempunyai potensi tidak mengganggu keyakinan si pasien, maka sugesti gampang masuk.

Masyarakat di kampung mayoritas mempercayai Ulamanya yang dulu, seperti Habib Alwi Jamalullail (Puang Towa) KH. Muhammad Thahir (Imam Lapeo), KH. Muhammad Saleh (pendiri tarekat Qodiriyyah Indonesia Timur) dan KH. Ambo dalle, KH. Maddappungan, DR. Nawawi yahya (Fuqaha kontemporer) H. Daeng, Anangguru Pocci, sampai pada era Baharuddin Lopa dan masih banyak lagi. Masyarakat mandar tunduk dan patuh apa yang diucapkan oleh Ulama, persis seperti tunduk dan patuhnya seorang pasien kepada dokternya. Semua itu adalah untuk menjaga keyakinan, dan keyakinan itu datang dari sugesti guru atau dokter yang mumpuni dalam bidangnya.

Mengapa harus menjaga keyakinan. Menurut Viktor Frankl dalam bukunya “man’s search for meaning” dengan teori logoterapinya bahwa keyakinan dijaga karena Will to meaning (keinginan mencari makna) bukan Will to pleasure  (keinginan untuk mencari kenikmatan duniawi) sebagaimana dimaksud Freud, juga bukan Will to power (keinginan mencari kekuasaan) oleh Adler berpusat pada striving for superiority. Makna sejati hanya bisa ditemukan pada fase puncak pengetahuan. Itulah mengapa umat wajib bergantung kepada ulama untuk mencari makna sejati itu.

Universitas jhons Hopkins melakukan survey statistic terhdapa mahasiswa 7.948 dari 48 perguruan tinggi, dengan pertanyaan seragam “apa yang sangat penting saat ini bagia kalian?” 16% menjawab mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, 78% menjawab untuk menemukan tujuan dan makna hidup tidak terserang penyakit kehampaan eksistesial. 

Kehampaan eksistensial ada karena gagal mengenal diri terlalu hyper-intention orang biasanya menyebut hipertensi sebuah keinginan yang berlebihan sehingga memicu ketegangan. Islam mengajarkan kita hidup sederhana, bahwa air memang banyak, tapi islam melarang banyak minum, harta memang banyak tapi dilarang untuk monopoli harta, makanan memang banyak tapi dilarang terlalu kenyang. Para Ulama juga mengajarkan arti kesederhanaan, yang berkelebihan harus mengeluarkan zakat, sedekah, infaq dan sebagainya.

Manusia yang menemukan makna sejati, pasti terhindar dari kehampaan eksistensial. Penyakit ini orang mandar menyebutnya melo disanga. Banyak terjadi sekarang di media social. Bukan lagi apa yang harus dilakukan, tetapi sebaliknya dia ingin melakukan apa yang dilakukan orang lain (Konformisme) atau melakukan apapun yang diinginkan orang lain dari dirinya  (totalitarianisme). Mengapa ini bisa terjadi, karena manusia selalu terombang ambing pada dua kutub yaitu rasa bosan dan ketegangan. 

Islam hadir untuk menghilangkan rasa bosan dengan doktrin pahala dan dosa, begitujuga ketegangan diatasi dengan ijtihad para ulama, qowaid al-fiqhiyyah, ushul amaliyyah dan sebagainya. Masyarakat mandar pada umumnya ketika ingin berbuat sesuatu selalu meminta pendapat kepada Ulama. Bercocok tanam, membangun rumah, akikah, berlayar menangkap ikan, apapun aktifitasnya selalu bertanya kepada Ulama. Tujuannya adalah agar semua aktifitas mengandung makna dan keberkahan diridhoi oleh Allah. Ada Contoh kisah seorang nelayan yang sangat ta’at kepada ulama meskipun sedikit tidak rasional. 

Suatu ketika si fulan membuat perahu berbulan bulan lamanya. Setelah jadi, dia meminta izin kepada ulama. Sang ulama mengatakan “jangan dulu hari ini” tanpa kata bertanya apalagi membantah si fulan kembali menungg waktu yang ditentukan oleh ulama. Kemudian si fulan menghadap lagi, ulama menjawab “tunggu dulu waktu yang tepat”. Baiklah, si fulan pamit lagi. Setelah berminggu-minggu bersabar, si fulan menghadap lagi, kata ulama “berangkatlah, tapi perahu mu nanti akan terbalik” si fulan malah tambah heran, kok gitu ya, sementara ini ulama. Tapi sudahlah, keyakinannya sudah haqqul yakin kepada ulama, berangkatlah dia. Belum terlalu jauh meninggalkan pesisir, ternyata betul perahunya terbalik.

Diapun kembali menghadap ulama dalam kondisi basah kuyup sambil berkata “benar puang terbalik perahuku” menghela nafas yang panjang si fulan ingin pamit lagi, namun dipanggil oleh sang ulama lalu berkata “Bismillah, berangkatlah nak, dengan izin Allah setelah terbaliknya perahumu itu pertanda tidak akan ada lagi ombak bahkan badai sekalipun yang mampu menenggelamkan perahu kecilmu” lalu si fulan cium tangan dan berangkat penuh keyakinan dari pesan sang ulama. Terbukti sampai hari ini puing-puing perahu masih utuh, pertanda tidak ada ombak yang mampu menghantamnya. 

Ini namanya keyakinan, mandar menyebutnya (Matappa’). Yakin kepada Ulama itu sudah janji Allah dalam QS. Al-Anbiya:7 “Tanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahuinya” ahli ilmu itu adalah ulama sebab diantara banyaknya manusia, hanya Ulama yang punya rasa takut kepada Allah QS. Al-Fathir:28. Mengikuti Ulama sama saja mengikuti Allah, itu sudah dijunjung tinggi oleh masyarakat mandar.

Tepat pada hari Jum’at 14 Agustus 2020 di lapangan desa luyo, masyarakat luyo bersama sama dengan pemerintah beserta tokoh pendidik, tokoh pemuda dan tokoh adat membangun sekolah agama madrasah aliyah dengan peletakan batu pertama berjumlah tiga batu, masing-masing disandingkan dengan photo Waliyullah dari tanah Sulawesi yaitu KH. Muhammad Thahir, KH. Muhammad Saleh dan KH. Ambo Dalle. Dengan niat yang suci meraup berkah dan makna sejati dari para Ulama kita. Yakin semoga pembangunan ini selalu dinaungi Ridho dari Allah sang maha kuasa.



               

                                   Puccadi, 18 September 2020

Comments

Popular posts from this blog

Tips Berbahagia Ala Aristoteles

Hanya Homo Symbolicum yang Memahami USSUL

PESAN SAKTI RANGGAWARSITHA