KONSTRUKSI DEMOKRASI INDONESIA UNTUK KEBAIKAN KOLEKTIF BANGSA
"Jurnal Indonesia Maju" merupakan media untuk menjembati kalangan peneliti, akademisi dan aktivis dengan pengambil kebijakan. Jurnal ini diterbitkan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dibawah administrasi Setkab RI.
Jurnal Indonesia maju Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi menggelar webinar dengan tema: "Konstruksi Demokrasi Indonesia untuk Kebaikan kolektif Bangsa" Sabtu, 03 Juli 2021. Mendatangkan dua pembicara handal, Ibu Dr. Anis Faridah, M. Si. (Akademisi/Sosiolog Hukum UIN Sunan Ampel Surabay) dan Bapak Dr. Nur Iman Subono (Akademisi/Dosen Ilmu Politik UI)
Webinar dimoderatori anak muda hebat yang juga merupakan peneliti Jokowi dan tim Juru bicara Presiden RI Bung Andi Zulkarnain. Pertama dibuka Oleh Bapak Fadjroel Rachman. Dalam sambutannya beliau mempertegas tujuan Demokrasi untuk keadilan dan kedaulatan Rakyat, apapun dan bagaimanapun kondisinya.
Narasumber pertama Ibu Anis Faridah memaparkan bahwa nama lain Hukum adalah Ius yaitu Upaya yang ditempuh untuk pencapai keadilan. Praktik Demokrasi sangat sederhana, ketika merujuk kepada kata Demos dan Kratos pemerintahan rakyat. Pasal 1 ayat 2 sebelum amandemen: "Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan Sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat" Setelah amandemen: "Kedaulatan berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang Dasar"
Jadi, Demokrasi itu adalah Kedaulatan Rakyat. Maka pemilu adalah pesta demokrasinya. Lucunya, sering kita dapati dimanapun bahwa Mereka bahagia menyambut Demokrasi bukan karena perbaikan sistem dan politik namun mereka banyak mendapat aplop dan sembako dari para politisi.
Perjalanan Demokrasi dari Orde Baru ke reformasi tidak begitu berbeda. Benedict Anderson mengatakan bahwa orde Baru tidak beda jauh dengan masa kolonial. Karena sistemnya ada kesamaan. Pada kekuatan sentralistis otoriter. demobilisasi politis, pendekatan teknokratis, sukses pertumbuhan ekonomi. Masa masa akhir, sibuk dengan kriminalitas ilegal. Institusi formal berhadapan institusi semi atau non formal. Bahayanya negara tidak hadir memberikan solusi secara rule of law, ini malah dengan kekerasan (Nordholt and Klinken).
Era Reformasi, Adrian packers mengatakan orde Baru sibuk dengan pencitraan. Orde Baru tidak menggelar pesta demokrasi, karena cenderung ada pemaksaan dan kekerasan. Itu mengapa Orba Tumbang karena tidak stabil kondisi itu. Para pelaku kriminal yang tidak terbatas. Akhirnya tumbang.
Politik Indonesia terjadi pada era reformasi. Ada yang hilang disini. Tahun 98 sudah beberapa tahun berlalu. Reformasi mencipta fase transisi antara otoriter ke reformasi. Konsp ini harus sudah matang dan teararah visinya. Dari Orde Baru, ke reformasi,
Hukum itu diciptakan untuk kreasi, diarahkan kepada perilaku masyarakat. Demi kebaikan kolektif, bukan dipake untuk kepentingan individu.
Sehingga jelas, Daniel S Lev menulis Hukum dan politik di indoensia. Hukum itu harus dterminan diatas politik. Politik adalah produk hukum. Keduanya Saling mempengaruhi. UU hanya formalisasi kekuatan politik yang kuat. Maka politik tanpa hukum zhalim, hukum tanpa politik itu cacat.
Mahfud MD berpendapat bahwa Energi politik lebih besar daripada hukum. Jika politik otoriter, maka Hukumnya akan Ortodoks. Pembuatan hukum partisipatif, sementara otoriter membuat hukum dengan Sentralistik dominatif. Bermuatan aspiratif, sementara otoriter muatannya positivis instrumen.
Hukum di pemerintahan demokrasi melindungi rakyat, seperti kasus covid-19 sengaja dibuat produk hukum untuk menangkal laju penyebaran covid-19.
Secara formal kita sudah memakai hukum rensponsif. Mereka di kampung bisa membuat hukum dengan musyawarah. Mereka ber musdes demi mengatur BLT, menentukan siapa yang layak dan untuk siapa. Meskipun banyak penyimpangan beberapa oknum, namun itu adala murni upaya hukum merespon penyebaran covid-19. Pemerintah juga banyak memberi bantuan dengan segala jenisnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Anehnya, disaat pemerintah serius menangani covid-19 dengan menyalurkan beberapa jenis bantuan. Masyarakat banyak yang tidak percaya. Jadi kita semua komponen bertanggungjawab tentang itu. Kita Harus memberi pemahaman yang jelas kepada masyarakat.
Materi kedua: "Civil Society dalam demokrasi di Indonesia pada Era Pasca Soeharto" Oleh Dr. Nur Iman Subono akan Saya lanjutkan pada tulisan berikutnya.
Luyo, 04 July 2021
Comments
Post a Comment