PEMERINTAH JANGAN JADI GAJAH, RAKYAT JANGAN JADI KAMBING
(Sumber photo: Google)
Konon, jabatan raja di negri kambing kosong dan lowong. Tidak seekor kambing berani menjadi raja. Tanggungjawabnya sangat besar, ia harus menghadapi ledakan penduduk, mengatur ketertiban dan keamanan, mengorganisir tentara untuk menghadapi musuh dari negri serigala. Sementara negri sedang kacau, danau penuh kencing, tahi kambing dimana-mana, rumput dibakar seenaknya, daun dibuang-buang dan penyakit menular dimana-mana.
Para pinisepuh berembug dalam Anggota dewan kambing, "keadaan ini tidak bisa dibiarkan" tegas kambing yang paling tua berjanggut putih. Lucunya, ada kebiasaan di negri kambing, kalau salah satu sudah angkat bicara yang lain pasti setuju pantang menolak. Bagus sih, budaya memperlancar musyawarah, semua teriak "Setuju! setuju!" Tidak ada pertanyaan apalagi diskusi, semuanya ngangguk-ngangguk sami'na wa atha'na.
Kemudian Pengumuman diterbitkan "Dibutuhkan Raja" Tulisan ini ditulis diatas daun-daun dan dipasang di pohon-pohon, diletakkan di batu-batu dan disangkutkan di gerumbul di seluruh negri para satwa. Para pelamar Raja datang, tapi mereka harus di screening dulu dari para sesepuh kambing. Udah kayak organisasi aja harus screening.
Kancil datang melamar dan berkata: "Benar badanku pendek, tapi akalku panjang" Karena memang kambing tidak suka akal, pinisepuh kambing semuanya menggeleng "Kami tidak butuh akal" Tidak lama berselang rusa datang dan berkata: "Jangan khawatir, lariku lebih cepat dari angin" Para pinisepuh kambing menggeleng "Hadeuhhh, kami tidak butuh yang lari-larian, nanti suka lari kalau ada masalah" Mimpin pemerintah aja lari kamu, apalagi lagi nge-jaga-in anaknya orang.
Seekor gajah datang, kakinya besar berdebum, badannya tambun memenuhi ruangan, suaranya lantang dan perkasa. Gajah tidak bicara sepatah katapun, Para pinisepuh bergumam: "Yaa, kaulah raja yang kami tunggu-tunggu O yang perkasa! " Singkat kisah Gajah terpilih menjadi raja di negri kambing. Sesimple itu, tanpa ada ujian wawasan kebangsaan, ujian TPA, kayaknya lebih susah tes CPNS, Pascasarjana apalagi Real test TOEFL dan IELTS.
Negri kambing membentuk pemerintahan yang hanya dua seksi. Seksi sosial dan seksi keamanan. Sosial diserahkan kepada kambing, tugasnya mengurus kambing yang terluka, sakit, miskin, janda tua dan melapangkan pekerjaan. Sementara Keamanan diserahkan kepada bangsa gajah bukan kambing (Sungguh ini Bukan Nepotisme yaa) Dari pemerintahannya, Gajah Sang Raja mendapat pujian dari bangsa kambing. Raja yang Agung dan bijaksana. Keren.
Tapi entah, setelah setahun memerintah, kebijaksanaan itu hilang. Ia mulai serakah, mungkin karena kebijaksanaan itu enak, kursinya basah menyegarkan pantat si Gajah. Musim kering melanda, Sang raja tidak mau tahu, kalau dia mandi seluruh danau diobrak-abrik yang mestinya bisa diminum 50 an kambing, ini habis terhambur. Kalau makan, ia bisa makan setara dengan 100 an kambing. Ditambah snack berupa ketimun, semangka, melon, sepuluh keranjang ludes.
Ditambah lagi, sang Raja sering marah-marah dan memukul. Salah satu pinisepuh kena tampar belalai gajah hanya karena lupa menunduk di hadapan raja. Sanjungan berubah menjadi celaan, pujian berubah menjadi makian, simpati berubah menjadi kebencian. Teguran informal untuk memperingati raja gagal. Dewan Permusyawaratan kambing pun unjuk rasa bersama bangsa kambing yang lain. Dengan kalimat "Mosi tidak percaya kepada raja" Tapi raja tidak menggubris, "tidak ada mosi-mosian" Kata Gajah.
Kehilangan akal, para kambing berembug. Kesimpulannya, semua bangsa kambing menempuh jalur exodus. Keluar dari negrinya sendiri secara beramai-ramai. Suatu pagi mereka berangkat dari kampung tanpa sepengetahuan raja. Mulai dari bapak, ibu, anak, bayi kambing yang masih merah, tua muda, janda atau yang sementara mengandung kambing jompo pun pergi. Negri kambing kosong seketika.
Sang raja Ditemani temannya juga dari gajah, melakukan inspeksi pemeriksaan warga. Tapi negrinya sudah tidak berpenghuni. Setiap ki masuk rumah, katanya "Halooo" Kosong, rumah satu lagi kosong, lagi kosong, lagi lagi kosong. Lho kok kosong semua? Mereka tinggal berdua di negri kambing sampai kematian menjemput.
Mendengar kabar dari negrinya, salah satu pinisepuh kambing memperingati bangsanya: "Jangan sok kuasa, jangan sok besar, jangan sok benar. Apalah arti kekuasaan dan kebesaran nama jika tidak disukai wargamu?" Hidup ini untuk kebahagiaan, bukan untuk mengejar kekuasaan lalu sewenang-wenang kepada masyarakatmu. Maka sebaik baik manusia adalah dia yang bermanfaat untuk sesamanya.
Emban amanah itu dari Tuhan, amanah untuk mensejahterakan orang lain, bukan kenikmatan pribadi. Jika engkau dipercaya jadi pemimpin, baik itu Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, apalagi Kepala Desa, pegang teguh prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial itu. Sebab nanti semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.
Burung-burung pengintai pun juga ikut komentar, "loh kok, iya sih memang benar, tapi bangsa kambing juga harus berbenah, mesti ada sistem pemerintahan yang tepat menjalankan contract sosial dengan akal sehat, bukan malah menghilangkannya, akhirnya kita memilih raja yang tidak tepat"
Teringat Qur'an sudah bicara itu:
Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan" (QS Al-'An`ām: 129)
Beberapa tafsir menyatakan akan hadits Nabi:
ﻛﻤﺎ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﺬﻟﻚ ﻳﺆﻣﺮ ﻋﻠﻴﻜﻢ
"Sebagaimana keadaan kalian, seperti itulah pemimpin kalian" HR Al-Baihaqi
Demikian pula penafsiran ulama dari kalangan salaf:
ﺇﺫا ﻓﺴﺪ اﻟﻨﺎﺱ ﺃﻣﺮ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺷﺮاﺭﻫﻢ
"Jika keadaan manusia sudah rusak maka yang jadi pemimpin adalah orang yang buruk."
(Tafsir Ad-Dur Al-Mantsur)
Luyo, 16 Agustus
Comments
Post a Comment