USSUL: Bukan Sekedar Tradisi, Ia Penyaksian Ketunggalan
Oleh: Farham Rahmat
USSUL itu adalah do’a yang disematkan kepada perilaku. Berangkat dari definisi ini Sayyid Fadhl Al-Mahdaly mengemukakan argumentasi bahwa perilaku metabe’ oleh para Leluhur bukan hanya kepada Manusia tapi juga kepada alam. Baik itu nelayan ataupun para petani, nelayan akan memberi rasa hormat kepada laut dan meminta izin Permission. Begitupun petani kepada tumbuhan dan tanamannya.
Perilaku ini melahirkan Spirit dan Identitas orang Mandar yang disebut Ussul, lalu mentradisi sampai anak cucunya. Perlu diketahui bahwa ini bisa terjadi kepada mereka yang punya faham tasawuf.
Sehingga pemahaman pappejappu di sesena Puang Allahu Ta’ala berwujud dalam pola tingkah laku secara otomatis. Pemahaman tasawuf melihat kesatuan wujud Wihdatul Wujud bukan hanya kepada kosmos alam raya, bahkan manusia dan dirinya pun berasal dari Ketunggalan itu.
Sebab Kaidah Filsafat menyebutkan selain Khaliq, ya sudah pasti Makhluk. Tidak ada kemungkinan ketiga, tidak ada wujud yang lain selain keduanya. Meskipun kita tahu segala Aneka ragam Makhluk itu berasal dari-NYA baik itu sebatas dunia dan seisinya maupun Akhirat dengan tingkatan-tingkatannya. Namun juga tidak bisa Makhluk mengaku Khaliq, tetapi asal muasal dari Makhluk bukan selain dari Sang Khaliq.
Jadi, juga bisa disimpulkan bahwa perilaku Ussul itu tiada lain adalah penyaksian terhadap Sang pencipta dalam wujud rupa apa pun. Sehingga tidak heran para leluhur selalu menjaga akhlaknya kepada manusia dan alam raya, karena menyaksikan semua dari-NYA. Istilah lainnya Al-Katsrah fi ainil Wahdah, Al-Wahdah fi Ainil Katsrah. Aneka wujud entitasnya adalah satu, dan satu itu entitasnya berwujud banyak.
Sekarang, mari kita lihat posisi Ussul. Ada tiga pendekatan yaitu Tafa’ulan, Tabarrukan dan Tathayyuran. Ussul ada pada posisi Tafa’ulan, yaitu Optimisme harapan baik, seperti contoh di perjanjian Hudaibiyyah. Telah berlangsung antara Kaum Muslim dan Kafir Quraisy di tahun 6 Hijriyah, sepuluh tahun terjadi gencatan senjata, akhirnya Rasulullah mengusulkan diplomasi Hudaibiyyah.
Setahun setelahnya umat islam dipersilahkan datang dan tinggal di Makkah. Saat itu Rasulullah Bahagia melihat Suhail Bin Amr yang diutus Kafir Quraisy sebagai Negosiator, terjadi tafa’ulan dengan nama Suhail dalam Bahasa arab artinya lancar, senang dan mudah, berharap urusan lancar dan dimudahkan.
Pelaku Ussul selalu optimis, bersangka baik dari segala sesuatu. Mengambil nilai-nilai baik dari suatu benda. Sehingga tidak heran, dalam masyarakat mandar setiap mendirikan rumah, selalu ada pohon Pisang di pusat tiang rumah (Posi’ Arriang), dan buah kelapa Sattuppu (Satu tandang).
Ussulnya adalah mengambil nilai baik dari pisang itu sebagai harapan semoga penghuni rumah memberikan karya terbaik sebelum meninggal, dan memberikan manfaat yang banyak kepada orang, layaknya seperti Kelapa yang punya manfaat setiap bagian-bagiannya.
Kebiasaan yang lain, Ketika orang dulu ingin bepergian, biasanya mereka memegang sesuatu yang posisinya paling tinggi, disesuaikan dengan tinggi badan. Disitu tersirat makna pengharapan, semoga keluar dari rumah mendapat rezeki paling tinggi, itu adalah Ussul. Atau para nelayan Ketika ingin berangkat melaut, lalu di perjalanan mereka bertemu dengan Wanita hamil, nelayan ini akan merasakan kebahagiaan tiada tara, artinya ada ikan melimpah yang menanti, itu juga Ussul.
Analogi sederhananya begini, Ketika keluar dari rumah untuk mencari rezki, tiba-tiba bertemu orang pertama kali, lalu tersenyum kepada anda, maka semangat pagi akan menyala, senyuman itu seperti mood booster meningkatkan mood dalam beraktifitas. Senyum itu adalah simbol yang sederhana, namun ia bisa membawa pengaruh yang baik kepada orang yang melihatnya, dari kurang semangat menjadi semangat, dari tidak mood menjadi mood, dari mager menjadi aktif, dari kaum rebahan menjadi kaum pencerahan. Itulah Ussul.
Wallahu A'lam
__________________________
Ditulis dari Penuturan Puang Sayye' Ahmad Fadhl Al-Mahdaly pada kegiatan Seminar MWCF 2023. Tema: "USSUL: Identitas, Tradisi dan Spirit Manusia Mandar " Sabtu, 3 Juni 2023 Bertempat di Auditorium Prof. Dr. KH. Sahabuddin UNASMAN.
Comments
Post a Comment